MEDAN,Armadanews. id | Sudah bukan hal yang asing lagi bahwasanya pembukaan pariwisata di era New Normal mewajibkan pelaksanaan protokol kesehatan di setiap destinasi wisata Indonesia.
Medan tentu saja tidak luput dari aturan ini. Bahkan Pemkot Medan juga mengeluarkan Peraturan Walikota Nomor 27 Tahun 2020 tentang kesempatan membuka pariwisata dengan tetap mengikuti protokol kesehatan.
Namun, yang menjadi masalah utama, apakah pelaksanaannya nyata di lapangan? Atau hanya sebatas formalitas yang tak terealisasikan?
Istana Maimun adalah salah satu contoh destinasi yang paling terkenal bahkan menjadi ikon di kota Medan. Pada awal masa merebaknya virus COVID-19 yakni sejak pertengahan Maret lalu istana ini ditutup sementara oleh umum demi menghindari dan memutus rantai penyebaran virus corona dan diberikan izin untuk dibuka kembali pada 7 Juni 2020 lalu.
Pembukaan kembali ikon kota Medan ini tentu saja sangat dinanti-nanti oleh khalayak ramai.
Dilansir dari Tribun-Medan.com, peningkatan jumlah pengunjung semakin tampak sejak libur Idul Adha lalu. Terdata pada tanggal 2 Agustus lalu, terdapat setidaknya 230 orang atau lebih yang mengunjungi istana ini.
Pihak Istana Maimun juga menyampaikan bahwasanya jumlah pengunjung naik 10 persen dari hari biasa di masa pandemi COVID-19 di hari kedua cuti bersama pada 29 Oktober 2020 lalu.
Maka dapat disimpulkan bahwasanya pengunjung Istana Maimun sendiri tetaplah berdatangan dan cenderung meningkat setiap harinya.
Oleh karena itu, tentu saja penerapan dan pengawasan protokol kesehatan sangat dibutuhkan di destinasi wisata ini. Ketersediaan wastafel dan juga cuci tangan, pengecekan suhu, dan pengecekan masker tentu saja telah menjadi kewajiban dan hal yang umum di masa pandemi ini.
Namun sayangnya, pengawasan dari pihak Istana Maimun sendiri sangat kurang. Memanglah benar bahwasanya di bagian pembelian tiket setiap pengunjung dicek suhu dan juga maskernya, akan tetapi tidak ada pengawasan di bagian dalam istana.
Seperti contohnya, tempat cuci tangan dan sabun memang disediakan di depan pintu masuk istana, akan tetapi tidak ada pekerja yang mengawasi/menginstruksikan pengunjung untuk mencuci tangan mereka.
Hal ini memang kembali lagi pada kesadaran pengunjung, akan tetapi perlu ditekankan bahwa tidak semua orang memiliki tingkat kesadaran dan kepedulian yang sama akan bahayanya virus corona.
Oleh karenanya, kepedulian dan ketegasan dari pihak pengelola tentu saja diperlukan.
Protokol kesehatan selayaknya tidak hanya menjadi omong kosong semata.
Pelaksanaan, penjagaan, dan pengawasan merupakan tanggung jawab yang wajib dipikul dan ditanggungjawabi sebaik-baiknya oleh pihak pengelola wisata. Jika mengharapkan kemandirian dan kesadaran dari masyarakat tentu saja tidak ada ujungnya. Sebagai pihak pengelola dan pekerja, tentu saja apa-apa saja yang terjadi di dalam adalah tanggung jawab bersama sepenuhnya. Instruksi yang telah diberikan harusnya dikerjakan dengan sepenuh hati dan kelapangdadaan tanpa ada rasa beban.
Telah menjadi rahasia umum bahwa virus corona dipandang remeh dan kurang mematikan bagi masyarakat. Entah karena rumor konspirasi atau apalah itu, akan tetapi fakta di lapangan membuktikan bahwa virus ini hampir menyamai tingkat mematikan koruptor di dalam tubuh bangsa Indonesia.
Sering diabaikan keberadaannya oleh khalayak umum, akan tetapi mematikan. Bahkan kasus COVID-19 di Sumatera Utara mencapai 16.089 kasus dengan 13.408 orang sembuh, sedangkan 629 orang meninggal dunia, dan kasus di kota Medan masih menjadi yang tertinggi di Sumatera Utara.
Hal ini menjadi bukti nyata bahwasanya virus corona adalah kenyataan dan bukan ilusi semata.
Oleh karenanya, tidak hanya Istana Maimun, akan tetapi seluruh destinasi di kota Medan bahkan di Indonesia harus menjalankan dan mengawasi protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya.
Perlu diingat bahwasanya hal yang terpenting di masa pandemi COVID-19 ini adalah kesehatan dan keselamatan, bukan hanya keuntungan semata. Karena, apabila protokol kesehatan tidak dijalankan dengan baik, maka pariwisata. (is).
Discussion about this post