TOBA, ARMADANEWS.ID- Dengan bertambahnya angka kasus pencabulan anak di bawah umur belakangan ini semakin meningkat sejak Januari Tahun 2023. Terdapat delapan kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak di bawah umur dan kekerasan terhadap perempuan hingga saat ini.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Toba Eston Sihotang, Rabu (21/06/2023) mengutarakan ungkapan prihatin atas 8 kasus cabul terhadap anak dan kekerasan terhadap perempuan yang tercatat.
Sehingga, upaya yang telah dilakukan oleh Pemkab Toba untuk pencegahan kasus tersebut bakal dievaluasi. Sasaran khusus, Dinas PMD akan melihat ulang program yang telah berjalan selama ini dan tentunya akan membuat langkah-langkah baru guna menekan angka kasus terhadap perempuan dan anak.
“Setelah beberapa kasus muncul ke permukaan, Pemkab Toba merasa prihatin dengan kejadian itu. Artinya, wujud keprihatinan adalah, pimpinan perintahkan agar segera lakukan evaluasi terhadap upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif,” ujar Asisten I Eston, Rabu (21/6/2023).
Ia menjelaskan, ada tiga upaya yang telah dilakukan oleh Pemkab Toba, antara lain, upaya preventif, kuratif dan rehabilitatif.
“Kuratif yang dimaksud adalah adanya perangkat daerah yakni PMD Bidang PPA sebagai yang punya tupoksi untuk ini patut mengevaluasi atas program preventif yang dilakukan seturut renja yang ada di PMD,” ungkapnya.
Dinas PMD, Pemkab Toba juga mengerahkan Dinas Sosial, Kesehatan dan Pendidikan berkontribusi dalam mencegah kasus mengenai perlindungan perempuan dan anak (PPA).
“Preventif yang dilakukan adalah edukasi. Ada juga kegiatan yang terintegrasi dengan PKK, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan serta Pendidikan. Maka, pimpinan perintahkan agar dievaluasi soal program yang dimaksud,” lanjutnya.
“Pimpinan juga meminta agar sektor pendidikan menjadi garda terdepan dalam upaya menekan angka kasus tersebut melalui kurikulum,” tuturnya.
“PMD Bidang PPA telah membuat upaya kuratif, dimana pihaknya melakukan pendampingan dengan adanya Rumah Aman, rumah yang membuat korban nyaman dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas,” tuturnya.
“Ada juga pendampingan dari psikolog yang ditangani oleh Dinas Sosial. Bagi korban yang tetap mengalami trauma, maka kita juga siapkan upaya rehabilitatif,”
Selanjutnya, ia menyampaikan telaahnya soal faktor yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut. Dari beberapa fakta yang ada, antara lain ekonomi, keadaan rumah tangga yang tak akur, tontonan mengandung pornografi.
“Dari sejumlah kasus yang kita dapatkan, ada beberapa faktor yang menjadi catatan kita, misalnya faktor ekonomi karena semua yang mengalami kasus tersebut masuk dalam daftar PKH. Yang berikut, bentuk rumah karena kejadian kerap terjadi pada rumah yang kecil tanpa kamar. Ke depan, kita harus melakukan peninjauan untuk bedah rumah,” sambungnya. Ada juga faktor tontonan berbau pornografi,” sambungnya.
“Kedepan, kita akan buatkan tim khusus untuk ini yang melibatkan berbagai stakeholder,” pungkasnya. (Edu Antonius Nainggolan)