TOBA– Tindak lanjut perlakuan dari Yayasan Tunas Bangsa (TB) Soposurung dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang mendirikan plang kepemilikan di Lapangan Mini, Kelurahan Sangkarnihuta, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba berbuntut panjang dari keturunan Napitupulu Sangkarnihuta lainnya.
Kali ini protes permintaan dari keturunan Op. Tarpuar Napitupulu mendirikan plang (spanduk) di depan Yayasan TB Soposurung pengelola SMA plus (unggulan), bertuliskan permintaan pengembalian tanah leluhur mereka yang dikuasai oleh yayasan, untuk mereka pakai kembali, Rabu (9/4/2025).
“Pendirian plang dengan sengaja kami lakukan saat keramaian (psikotes). Agar semua mengetahui bahwa Yayasan TB Soposurung adalah milik keturunan Op Tarpuar Napitupulu dan ingin tahu sikap dari yayasan kepada kami,” kata Robinson Napitupulu umur (76) tahun, keturunan Tarpuar Napitupulu.
Lanjut Robinson, seperti kita lihat tidak satupun pihak yayasan yang berani mencegah tindakan kami, saat mendirikan plang karena memang tanah yang dikuasai yayasan sebagai SMA unggulan (plus) memang milik kami dari warisan leluhur kami Tarparuar Napitupulu.
“Kami tidak ingin kejadian lapangan mini terjadi lagi untuk kami. Jelas kami pemilik lahan tetapi orang lain mengklaim secara sepihak tanah warisan kami,” ujarnya.
Menurut Robinson, agar tidak terjadi salah paham kepemilikan. Sangat penting sejarah tanah yayasan tersebut dipinjamkan menjadi SMA plus kepada pendiri dari yayasan tersebut, Jenderal TB Silalahi karena TB merupakan keponakan kami dan memanggil tulang kepada Napitupulu Sangkarnihuta.
“Lantas mengapa sekarang beredar isu bahwa tanah leluhur kami telah disertifikatkan tanpa diketahui oleh kami pemilik tanah warisan tersebut,” katanya.
Diterangkan Robinson, awal tanah tersebut dipinjam TB Silalahi menjadi Yayasan SMA Plus di Kabupaten Toba, kala itu masih bergabung dengan Kabupaten Tapanuli Utara. Melalui Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, sekitar tahun 1989-1990 mencarikan lahan kosong milik masyarakat untuk mendirikan yayasan, tempat pelajar SMA yang berprestasi.
Kemudian ditunjuklah lahan leluhur kami, kala itu masih bernama Tano Balanga (tanah balanga) karena bentuknya seperti kuali. Lalu datanglah TB Silalahi mengajukan permohonan untuk meminjam tanah tersebut untuk dijadikan tempat pelajar berprestasi di Tapanuli Utara.
“Karena tujuan baik dari ponakan kami (TB Silalahi) yang akan memajukan pendidikan dan menggratiskan biaya untuk siswa berprestasi, maka disetujui lah meminjamkan tanah tersebut. Kendati saat ini untuk masuk belajar ke yayasan tersebut membutuhkan biaya yang tinggi,” ujar Robinson.
Lanjutnya lagi, sesuai kesepakatan yang dilakukan dengan TB Silalahi apabila dia telah meninggal tanah yang dipinjamkan akan kembali kepada kami atau dilanjutkan kemudian kesepakatan berikutnya dari keturunan Tarpuar Napitupulu dengan pengelola yayasan berikutnya.
“Tetapi sayang niat baik dari pengelola yayasan yang baru tidak ada setelah meninggalnya ponakan kami (TB Silalahi), jadi sudah selayaknya tanah tersebut kembali kepada kami,” katanya menerangkan.
Terpisah Sedison Silali, selaku Kepala Asrama Yayasan Tunas Bangsa Soposurung ketika dipertanyakan awak media Armada News.Id terkait pendirian Plank kepemilikan lahan Tarpuar Napitupulu dan meminta kembali tanah tersebut mengatakan bukan urusan mereka.
“Silahkan saja tanyakan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Utara bagaimana status lahan ini,” kata Sedison singkat.
Selanjutnya, pemasangan plang mendapat tanggapan dari tim rombongan dan orang tua pelajar yang akan melakukan tes psikotes dengan mengatakan, peristiwa ini menyebabkan mental anak-anak menjadi terganggu dan timbul rasa ragu untuk masuk sekolah unggulan Yayasan Tunas Bangsa Soposurung.
“Kita berharap yayasan membenahi diri dan segeralah di evaluasi kinerjanya. Sayang nanti harapan generasi muda berprestasi terbuang begitu saja,” kata Valentinus Malau, ketua tim pelajar Kabupaten Dairi. (Edu Nainggolan)