SIMALUNGUN, ArmadaNews.id – Seorang tahanan (warga binaan) berinisial JH, di Lapas Narkotika Kls IIA – Pematangsiantar di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun dianiaya empat sipir (petugas lapas). Tidak terima anaknya dianiaya, orangtua JH, yang beralamat di Kota Medan akhirnya melaporkan tindakan penganiayaan tersebut ke polisi.
Melalui kuasa hukum, Sepri Ijon Maujana Saragih,SH.,MH dan Franciskus Siallagan,SH, Selasa (11/08/2020) membenarkan adanya laporan tersebut. Dalam release pers, Sepri Ijon Maujana Saragih mengatakan, sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh oknum petugas Lapas Narkotika Kls IIA – Pematangsiantar Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun terhadap salah seorang warga binaan berinisial JH.
Dikatakannya, pihaknya menerima informasi terkait adanya dugaan penganiayaan tersebut dari orangtua warga binaan berinisial JH yang merupakan warga kota Medan pada Sabtu (08/08/2020).
Selanjutnya, keluarga/orangtua korban pemukulan tersebut meminta pihaknya untuk mendampingi dan memberikan bantuan hukum guna melindungi hak-hak anaknya sebagai Terpidana/warga binaan pada Lapas Narkotika Kls IIA – Pematangsiantar sesuai dengan Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 Agustus 2020.
Sesuai informasi yang kami peroleh, dikatakan korban dipukul oleh empat orang petugas Lapas (sipir) pada Jumat (07/08/2020) sekira pukul 22.00 wib. Adapun yang menjadi penyebab pemukulan tersebut, dikarenakan adanya teriakan para penghuni kamar (warga binaan) yang sekamar dengan korban dikarenakan pada saat itu air mati (tidak jalan). Selanjutnya, petugas lapas memukuli tiga orang warga binaan dan JH yang tidak tau masalah itu juga ikut dipukuli.
Akibat insiden pemukulan tersebut, korban mengalami luka memar pada sebagian dari bagian tubuhnya seperti bagian kepala, mata, punggung dan tangan serta membuat korban menjadi trauma.
Atas kejadian tersebut, keluarga/orangtua korban merasa keberatan dan tidak terima terhadap perlakuan para petugas lapas tersebut terhadap anaknya. Selanjutnya, Senin (07/08/2020) selaku kuasa hukum mendampingi keluarga korban untuk membesuk korban sekaligus memastikan keadaan kesehatan korban.
“Namun sayang kami harus kembali karena tidak diperkenankan masuk oleh petugas lapas yang sedang piket jaga saat itu. Saat itu mereka (petugas lapas) mengatakan tidak boleh membesuk korban JH dikarenakan belum adanya izin untuk memberlakukan new normal perihal pandemi covid 19,” sebutnya.
Bahwa sesungguhnya sambung Sepri Ijon Maujana Saragih, maksud dan tujuan kedatangannya dan keluarga hanya lah untuk membesuk, memastikan kondisi kesehatan korban dan mempertanyakan langsung perihal kejadian pemukulan tersebut agar dapat diselesaikan secara mediasi dan kekeluargaan.
Bahwa atas dasar kekecewaan keluarga korban tersebut, ibu korban kemudian membuat laporan pengaduan polisi di Polres Simalungun dengan STTLP Nomor : STPL/123/VIII/2020/Simal, dengan empat orang petugas Lapas sebagai Terlapor.
“Perlu kami tegaskan, bahwa tindakan2 kekerasan demikian tidak dibenarkan oleh hukum dan peraturan perundangan2 kita. Sebab pemerintah RI telah meratifikasi konvensi tentang menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman secara kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia yang tercover dalam UU No.5/1998. Disamping itu, tindakan tersebut juga adalah dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud pada pasal 351 KUHPidana.,” kata Sepri lagi.
Tambahnya, dalam Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan telah diatur beberapa hal yang menjadi hak tahanan/narapidana dan tentu harus dihormati seluruh pihak. “Kami berharap ada itikad baik dari empat orang petugas untuk mengklarifikasi, meminta maaf, memberikan garansi perlindungan moral dan moril dan tindakan yang tidak diskriminatif terhadal korban dan seluruh warga binaan lainnya,” bilang Sepri.
“Kami meminta kepada Kalapas Narkotika Kls IIA Pematangsiantar Kecamatan Raya. Kabupaten Simalungun, Kakanwil Kemenkumham Wilayah Sumut, Menkumham RI dan Presiden RI agar memberikan perhatian khusus terhadap kejadian-kejadian seperti yang dialami korban dan memberikan sanksi tegas berupa pemecatan jika ada petugas lapas yang terbukti melakukan penganiayaan terhadap warga binaan (tanpa terkecuali),” tegas Sepri.
Sepri juga berharap agar seluruh pihak tanpa terkecuali untuk menghormati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa kekerasan dan intimidasi karena hukum adalah panglima di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (ds)
Discussion about this post